Penerapan Emotional Marketing Sebagai Penunjang Konsumerisme Konsumen Batik Semarangan

Leonardo Budi Hasiholan

Abstract


Selama ini hasil produksi batik motif semarangan masyarakat di kelurahan Meteseh hanya menunggu pesanan dari pihak Sanggar Batik Semarang yang sudah mapan untuk memenuhi omset atau pesanan secara global. Namun setelah lebih dikenal melaui website dan berbagai kegiatan pameran, sekarang lebih luas jangkauan pemesanan permintaan dari konsumen pencinta batik khususnya dengan desain semarangan. Sehingga perlu adanya strategi jitu dalam memelihara keberlanjutan pemesanan batik semarangan, dengan memaksimalkan strategi komunikasi pemasarannya. Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan adalah dengan menerapkan emotional marketing pada konsumerisme pelanggannya.
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik simpulan bahwa variabel X yaitu dalam hal ini penerapan Emotional Marketing Batik Semarangan di KBM mayoritas dalam kategori tinggi sebesar 60 % kategori sedang sebanyak 30 % responden dan hanya sekitar 10% saja yang tak merasakan atau tak melakukan tahapan dalam Emotional Marketing. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sudah mampu melakukan penerapan emotional marketing di komunitas para pengrajin, sehingga cukup membantu para perajin dalam menjaga hubungan sosial yang akhirnya berdampak pada penjualan produk batik, baik tulis maupun cap.
Sedangkan pada variable (Y) diketahui bahwa Konsumerisme Batik Semarangan dominan dalam kategori tinggi yaitu sebesara 70 % dari 80 responden dan kategori sedang 25 % responden yang memiliki Konsumerisme Batik Semarangan yang sedang, serta hanya sekitar 5 % saja memiliki konsumerisme batik semarangan yang rendah. Hal ini membuktikan bahwa perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari bahan corak dan desain batik masih sangat disukai masyarakat secara luas. Dari yang dimanfaatkan sebagai bahan baju, seprai, taplak meja, korden dan lain sebagainya masyarakat masih cenderung menyukai produk lokal dalam hal ini kerajinan batik tulis ataupun cap. Baik dengan bahan pewarna alami maupun sintetis. Hal ini adalah peluang bagi para pengrajin batik untuk menyiasatinya dan memaksimalkan produksinya sehingga ada stok secara memadai jika secara serentak masyarakat baik secara perorangan maupun institusional melakukan pembelian.
Pada uji Korelasi Lazarfeld mayoritas responden dalam hal ini pengrajin yang menunjukkan pemahaman korelasi antara emotional marketing pada konsumerisme batik semarangan (melakukan pembelian) tinggi yaitu sebesar 55%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan aplikasi peran dalam komunitas dan jaringan dalam emotional marketing yang tinggi akan memberikan pengaruh yang positif bagi semagat pelanggan untuk melakukan pembelian (konsumerisme) batik semarangan di KBM.
Key Words: emotional, konsumerisme, marketing


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.